Senin, 29 Desember 2008

Pernikahan Selanjutnya



Wah satu lagi menikah...bahagianyaaaa....

Kamis, 04 Desember 2008

Sehat Berkat Lingkungan Bersih


Sjifa Amori - Reporter Junior - Senin, 07 Juli 2008 13:46:39 WIB
Wita Lestari - Redaktur - Rabu, 09 Juli 2008 15:45:24 WIB
Agus Setiawan - Layouter - Rabu, 09 Juli 2008 15:46:15 WIB

Keyword

:

Sehat Karena Lingkungan Bersih


Surabaya | Senin, 07 Juli 2008


Salah satu cara memelihara lingkungan untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah mengolah sampah menjadi kompos.


"ANDA Masuk Gang Kompos." Kata-kata yang tercetak di atas spanduk yang panjangnya tidak sampai 2 meter ini menyambut kedatangan Dewan Juri Anugrah Hijau Sampoerna Hijau Kotaku Hijau, pertengahan Juni lalu. Lingkungan di Kelurahan Karah dan Kelurahan Dukuh Pakis, Surabaya, ini bisa dibilang memberikan kesan dan pengalaman berbeda. Siapa pun yang masuk ke dalam gang ini pastinya tak kan menemui sampah tercecer. Belum lagi, nyaris setiap rumah punya pohon dan pot-pot tanaman hijau dan rimbun yang membuat pejalan kaki merasa lebih tenteram, meskipun kota Surabaya tengah disorot sinar terik matahari.

"Dua minggu sekali kami mengumpulkan sampah. Khususnya sampah rumah tangga. Sisa kora-kora (cuci piring) yang disimpan dalam wadah tertentu ini kemudian diproses secara alami oleh mikroba sehingga menjadi kompos," ujar seorang warga kepada Ketua Dewan Juri, Ahli Lansekap IPB, Prof Dr Hadi Susilo Arifin, MS, Dipl RLE. Di teras rumahnya, warga RW 5 Kelurahan Karah ini memiliki keranjang yang namanya Takakura. Sebuah penemuan dari Koji Takakura sebagai bagian dari kerja sama antara Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu di Jepang.

Dengan Keranjang Takakura ini, warga mengolah sampah organik di rumah tangga. Sampah organik dipisahkan dari sampah lainnya dan dimasukkan ke dalam keranjang. Bakteri yang terdapat dalam starter kit pada keranjang Takakura akan menguraikan sampah menjadi kompos, tanpa menimbulkan bau dan tidak mengeluarkan cairan. Mudah-mudahan ini berkelanjutan, tidak hanya karena lomba lingkungan hidup saja.

Dalam www.geocities.com, sebuah literatur tentang pembuatan kompos dan permasalahannya, mengungkapkan, semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan semakin sedikit pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul. Ini karena dalam proses pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai 600 C, Kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat dalam sampah.

Kegiatan pemilahan sampah merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya mengurangi timbunan sampah yang akan dibawa ke Tempat Pembuatan Akhir (TPA). Ini dilakukan dengan memasukkan sampah ke dalam 3 wadah berdasarkan jenisnya. Yaitu organik, seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan, yang bisa diolah menjadi kompos. Lalu sampah anorganik yang bermanfaat, seperti kertas bekas, plastik, gelas atau kaca, yang memiliki nilai ekonomis karena bisa didaur ulang. Dan adalah sampah anorganik tidak bermanfaat, seperti logam kecil, puntung rokok, yang kemudian ditampung, dikumpulkan, untuk kemudian diangkut oleh petugas kebersihan.

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Lina Tarigan, dalam Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan menggambarkan masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. "Perilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya atau bahkan mengakibatkan timbulnya penyakit sesuai dengan perilakunya. Dengan demikian, eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi," tulis Lina dengan menambahkan pernyataan WHO bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial. Bukan hanya merupakan bebas dari penyakit.

Prof Dr Firman Lubis, MPH, dari Departemen Kedokteran Komunitas dan Keluarga mengungkapkan, "Lingkungan sehat yang dikatakan ideal harus memenuhi syarat ketersediaan air bersih, rumah sehat, pembuangan sampah dan kotoran memadai, dan juga pemberantasan vektor dan nyamuk."

Permasalahan yang mungkin muncul pada proses pengomposan mandiri ini, seperti ditulis di geocities.com, adalah masih terdapatnya organisme patogen atau parasit. Organisme patogen seperti virus, bakteria, protozoa, jamur yang dapat memengaruhi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuhan kemungkinan masih terkandung dalam di kompos yang disebabkan oleh masalah teknis, seperti tidak tercapainya suhu yang mematikan organisme tersebut.

Permasalahan ini dapat dihindari dengan pengawasan mutu kompos pada setiap langkah produksinya, antara lain dengan pemantauan suhu setiap hari. Lalu juga masalah akibat vektor penyakit yang sering terdapat pada proses pengomposan. Yaitu lalat, tikus, dan kecoa. Lalat sering dijumpai pada bahan bakubaku dan pengangkutan residu yang teratur dan tepat waktu serta pemeliharaan sarana atau prasarana pengomposan yang memadai dapat menghindari gangguan vektor penyakit. kompos, yaitu sampah domestik yang tidak segar (berumur lebih dari dua hari) sedangkan tikus dan kecoa sangat menyukai tumpukan kompos yang tidak segera dikemas atau dipasarkan serta tumpukan residu yang tidak segera diangkut ke TPA. Pemasokan bahan

"Ide pengolahan kompos sudah sangat baik. Tapi dalam prosesnya, masyarakat harus menyiapkan proteksi diri. Gunakan sarung tangan, masker, dan cuci tangan dengan bersih setelah berurusan dengan sampah," ujar Lubis.

Sjifa Amori
syifamori@jurnas.com

Atlet Rawan Cedera Ligamen Lutut





Sjifa Amori - Reporter Junior - Jum'at, 12 September 2008 14:00:43 WIB
Wita Lestari - Redaktur - Senin, 15 September 2008 13:11:49 WIB
Triyono - Layouter - Senin, 15 September 2008 13:13:21 WIB

Keyword

:

Atlet Rawan Cedera Ligamen Lutut


Tak jarang atlet mengalami cedera serius, yang tersering adalah cedera ligamen lutut.


KETIKA pelari gawang andalan China peraih emas Olimpiade Athena 2005, Liu Xiang, mengalami cedera pada tendon achilles (bagian belakang tungkai bawah) saat bertanding di Stadion Bird's Nest di Beijing Agustus lalu, seluruh China ikut bersedih. Atlet berusia 25 tahun mantan pemegang rekor dunia di nomor lari gawang 110 m ini adalah harapan terbesar China untuk merebut medali emas dari atletik.

Itu hanyalah salah satu contoh risiko buruk yang dialami atlet. Bukan hanya prestasi, cedera yang parah saat berlatih dan bertanding bahkan juga bisa mengakhiri profesi sang atlet itu sendiri.

Ada cedera lain yang rawan dialami atlet, yaitu cedera pada lutut. Biasanya ini terjadi pada atlet cabang olahraga high-impact, seperti sepak bola, basket, futsal atau bulu tangkis. Karena, dalam olahraga jenis ini banyak gerakan mendadak yang berubah arah. Misalnya, berlari lalu tiba-tiba berhenti dan berganti arah. Atau juga melompat dan secara mendadak berubah arah.

"Dalam olahraga di mana atlet memberi tekanan berlebih pada lutut ditambah penghentian dan perpindahan arah tiba-tiba, anterior cruciate ligament memainkan peranan penting," kata ahli bedah Andre Pontoh pada media edukasi "Jenis Gangguan Sendi Lutut dan Terapi Penanggulangan Terkini" di Rumah Sakit Pondok Indah, awal Agustus lalu.

Ligamen cruciate menghubungkan tulang betis ke tulang paha. Ligamen tersebut terdiri atas beberapa fibre yang berfungsi mengikat sendi lutut dengan kuat ketika sendi lutut melurus dan membengkok. Kata "cruciate" berasal dari crux, yang artinya menyilang. Ligamen cruciate yang terletak di bagian depan lutut adalah anterior cruciate ligament (ACL) dan yang terletak di belakang lutut disebut posterior cruciate ligament (PCL).

Dengan struktur seperti itu, ACL berfungsi menjaga supaya tibia (tulang kering) tidak meleset melewati lutut. Dan juga berfungsi untuk menstabilkan lutut ketika berotasi. Namun, olahraga high-impact ini sering menyebabkan tekanan karena tungkai bagian bawah secara mendadak dilambatkan sementara bagian lutut justru dipaksa bergerak cepat. Atau tekanan pada lutut karena tibia sering dipaksa berotasi.

Kalau ligamen tidak bisa menolerir lagi gerakan yang memberatkan ini, dia akan kehilangan daya ikatnya terhadap tulang. Akibatnya, kedua tulang (tulang paha dan betis) tidak lagi tersambung karena ACL putus. Inilah yang sering disebut sebagai cedera ligamen.

"Kalau atlet mengalami cedera ini, saat itu juga atlet akan merasakan kesakitan luar biasa yang membuatnya langsung terjatuh. Dan akan terdengar juga bunyi "pop" yang cukup keras. Kemudian bagian lutut langsung akan membengkak," kata Pontoh dalam presentasinya, Cedera Sport dada Lutut.

Cedera ligamen ini bisa terjadi akibat tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya. Sehingga, ligamen mengalami robekan. Latihan penguatan bisa membantu mengurangi risiko terjadinya cedera ligamen. Satu-satunya cara untuk memperkuatnya adalah berlatih ketahanan, yang secara bertahap akan menambah kekuatan ligamen. Makanya, olahraga semacam ini sangat tidak disarankan buat orang yang sehari-harinya lebih banyak duduk di kantor. "Lebih baik melakukan olahraga lain yang tidak terlalu memberikan tekanan pada ligamen, seperti berenang, bersepeda, lari dan jalan kaki," kata Pontoh.

Selain itu, pada setiap olahraga juga perlu ada pemanasan, olahraga inti, dan pendinginan. Dan juga pemilihan olahraga yang tepat, yaitu sesuai berat badan. "Olahraga high-impact tidak disarankan bagi orang yang obesitas. Karena obesitas berisiko lebih besar mengalami cedera lutut, seperti (cedera) ligamen ini," ujar Pontoh.

Tak Sembuh Diurut

KETIKA cedera ligamen terjadi pada orang awam, seringnya dikira keseleo biasa. Karenanya pengobatannya juga seadanya. Misalnya diurut dengan minyak pijat atau minum obat tertentu. Padahal, menurut Orthopaedic Surgeon Dr Andre Pontoh, tak ada cara lain untuk memperbaiki ligamen yang sudah telanjur robek, selain hanya dengan operasi yang dinamakan rekonstruksi anterior cruciate ligament (ACL).

"Nggak bisa diurut atau pakai obat. Hanya operasi menanam kembali urat dari luar lutut sampai ke dalam lutut," kata peraih Victor Chang Fellowship Awards, Australia, tahun 2000 ini saat menjadi pembicara pada media edukasi "Jenis Gangguan Sendi Lutut dan Terapi Penanggulangan Terkini" di RS Pondok Indah, Jakarta, pertengahan Agustus lalu.

Menurutnya, cedera ligamen juga tak mempan di X-Ray. Karena tidak akan memperlihatkan apa-apa. Dengan X-Ray, lutut akan terlihat normal. Padahal, tak lama kemudian akan makin hebat sakitnya. Dan lama-lama menjadi pincang. "Seperti ada yang bergerak-gerak di dalam lutut. Sama juga dengan cedera meniscus. Dan Ini harus dijahit. Jadi, kalau sudah cedera seperti ini, yang diperlukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI)," ujar Pontoh.

Ligamen adalah urat utama yang menjaga stabilitas lutut untuk tidak terlalu terganggu saat melakukan gerakan dalam olahraga high-impact seperti gulat, tenis, senam, ski, hoki, atau rugby. Karenanya, bentuk dari rekonstruksi ACL sendiri, menurut Pontoh, adalah dengan menanam urat baru dari luar ke dalam lutut. Di luar negeri, urat bisa didapatkan dari mayat. Tetapi, di Indonesia, urat didapatkan dari urat pangkal paha belakang orang itu sendiri.

Namun, Pontoh adalah satu-satunya dokter di Indonesia yang sudah bisa melakukan rekonstruksi ligamen dengan teknik double bundle. "Karena sejak bayi, ACL itu sebenarnya ada dua. Hanya yang satu lebih kecil. Jadi, kalau rekonstruksinya hanya satu kurang maksimal. Kalau dua-duanya, lutut akan menjadi sangat stabil," kata ahli bedah ini sambil menekankan bahwa tidak ada jaminan ligamen tak akan robek kembali saat berolahraga pascarekonstruksi. Karena, yang terbaik tetap saja adalah ligamen yang diciptakan Tuhan.

Dan ACL akan tetap bisa robek jika gerakannya memang berisiko untuk itu. Yaitu mengubah arah dan berhenti tiba-tiba, melambatkan gerakan mendadak di tengah-tengah lari cepat, mendarat dari lompatan yang tinggi, dan kontak langsung, seperti saling menekel antarpemain sepak bola.

Intinya, tidak mungkin melindungi lutut secara menyeluruh untuk mencegah cedera ACL. Jika harus berolahraga high-impact, penguatan dan program-program yang sesuai adalah yang terbaik. Sebelum cedera terjadi, ada baiknya bertanya pada dokter, fisioterapis, atau pelatih untuk mengetahui teknik olahraga yang aman dan minim risiko cedera.

Sjifa Amori
syifamori@jurnas.com

Palembang Selalu Berjaya



Ini khusus guwa post buat kekasih hati:

jakarta | Jum'at, 18 Juli 2008 Posisi Layout: Naskah 1 (HL) (11794 char)
Sjifa Amori - Reporter Junior - Jum'at, 18 Juli 2008 10:49:02 WIB
Arie MP Tamba - Assisten Redaktur Pelaksana - Jum'at, 18 Juli 2008 12:32:53 WIB
Agus Setiawan - Layouter - Jum'at, 18 Juli 2008 13:22:02 WIB
Keyword : Palembang Selalu Mau Berjaya


Kilasan kemegahan masa lalu jadi latar adat istiadat Palembang. Akulturasi budaya yang dinamis memperkaya corak sosialnya.


Kalau ada daerah yang berkepribadian maritim meski letaknya tidak tepat di pesisir, itu adalah Palembang. Sampai produk makanannya pun banyak yang dibuat dari bahan ikan. Meskipun tak mesti ikan laut seperti tenggiri, tapi juga ikan sungai macam ikan patin dan belida. Sampai pempek kulit ikan pun ada di daerah yang kaya ragam makanan ini.
Walaupun tidak berada di tepi laut, namun Palembang mampu dijangkau oleh kapal-kapal dari luar negeri. Dalam situs ensiklopedia yang dituliskan Infokito, dikatakan bahwa sungai Musi masih menjadi alternatif jalur transportasi ke daerah tertentu dan untuk kepentingan tertentu. Beberapa industri yang ada di sepanjang aliran sungai Musi juga memanfaatkan keberadaan sungai Musi ini.
Meski air kini tak identik lagi dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat Palembang, tetaplah sulit membayangkan kota ini tanpa menyertakan sungai kebanggaan mereka, Musi. Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Ini mau tak mau memberi corak yang kental pada karakter masyarakatnya. Sampai-sampai mengingatkan orang-orang Eropa akan kota air legendaris, Venezia, di Italia. Dijulukilah ia kemudian dengan Venesia Of the East.
Budaya air
"Air tak lagi dijadikan pusat kehidupan orang Palembang," kata budayawan Djohan Hanafiah. Padahal, menurut budayawan dan sejarawan asli Palembang ini, orang Palembang adalah manusia-manusia air. Ia menyatakan bahwa ada seorang ahli Biologi dari Inggris melihat denyut kehidupan Wong Palembang sampai dengan tahun 1800-an memang menyatu dengan air. "Jangan berharap bisa melihat orang Palembang berjalan di atas kakinya selama masih ada air dan perahu."
Sebegitu besar dampak modernisasi dan kebutuhan Palembang untuk memajukan daerahnya, daerah ini pun perlahan mengubah denyut nadinya menjadi seperti kota-kota metropolis lainnya. "Tapi sifat-sifat air yang mengalir ini tetap tergambar dalam gerakan tari Gending Sriwijaya," kata pengamat seni tari lokal Daru Purwanto pada Jurnal Nasional, Rabu (16/7).
Tak heran kalau jika dilihat sekilas tanpa dimengerti makna dan hakikat gerakannya, tari Gending Sriwijaya yang tersohor ini bisa dianggap monoton. "Karena dia mengalir menggunakan rasa, bukan ketukan. Hanya yang bisa menari dengan rasa yang bisa menampilkan pertunjukan tari yang memberi kesan mendalam."
Dan gerakannya juga bukan asal gemulai. Menerapkannya teramat sulit. Hal ini diakui penari profesional yang pernah dapat penghargaan dari pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sebagai Seniman Tari pada 2002, Elly Rudy. "Ada pakem-pakem yang harus diikuti dalam tari Gending Sriwijaya. Apalagi sampai saat ini tari Gending Sriwijaya masih diyakini dan dipakai umat Buddha di Palembang sebagai bagian ritual. Makanya ada sikap Mudra yang, merupakan gerakan sembahyang. Yaitu sikap mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa."
Situs wihara.com mendeskripsikan Mudra sebagai gerakan tangan dengan pola tertentu yang merupakan bahasa tangan dan pembacaan mantra. Tak heran kalau dalam upacara Waisak di Bukit Siguntang, tari Gending Sriwijaya masih dipakai. Konon pada zaman Kerajaan Sriwijaya, di Bukit Siguntang pernah bermukim sekitar 1.000 pendeta Buddha dan hingga kini jadi tempat suci di mana terdapat makam-makam keturunan raja Palembang. Sementara tari Gending Srwijaya sendiri juga bercerita tentang kejayaan Buddha di masa Sriwijaya.
Selain jadi jejak asal muasal umat Buddha di Palembang, tari Gending Srwijaya juga memberikan petunjuk mengenai hubungan persaudaraan dan mungkin juga dagang dengan beberapa besannya, semisal China dan Thailand. "Ketika saya ke Thailand mementasakan Gending Sriwijaya dalam rangka misi kesenian, kita melihat banyaknya kemiripan sikap tari Gending Sriwijaya dengan tari-tarian tradisional Thailand. Dan cuma tari tradisional Sumatera Selatan dan Thailand saja yang dalam tariannya menggunakan tanggai, sejenis aksesori kuku yang memanjang.
Sedangkan kostum tari yang menggunakan kain serta pakaian gelamour dengan warna merah dan emas menyala, menurut Elly karena ada hubungannya dengan kekuasaan China di Palembang. "Kita ini kan pecahan Majapahit kemudian jadi Sriwijaya, makanya judul tariannya juga Gending. Tapi kalau pakaian yang mewah itu karena identik dengan glamour merahnya China. Tentang China pun ada memori tersendiri. Mengenai misteri Pulau Kemarau, yaitu perkawinan puteri bangsawan Palembang dan anak Raja China. Itu kan saksi bahwa kita dan China pernah besanan."
Djohan, yang pernah menggali dokumen sejarah mengenai Palembang dan Sumatera Selatan dari Universitas Leiden dan KITLV (Royal Institute of Linguistic and Anthropology) Belanda juga membenarkan bahwa di Palembang, antara kekuasaan Sriwijaya dan Kesultanan Darussalam, sempat ada kekuasaan China. Periodenya sekitar 200 tahun. Meski tak dominan, menurut Djohan, tetap ada pengaruh China pada pergaulan dan perdagangan.
Tarian sebagai jejak
Ini semakin menunjukkan kuatnya tarian sebagai bentuk ekspresi kultural yang kini makin digali oleh kalangan akademik dan organisasi publik. Bahkan UNESCO's Intangible Heritage Program menganggap tari tradisional sebagai sumber paling utama dari identitas yang berakar dalam pada masa lalu. Tarian tradisional yang dilakukan dengan dasar sosial, theatrical, atau ritual, merupakan bentuk ekspresi kultural. Seperti seni visual, ukir, atau arsitektur, tarian tradisional merupakan sisa dari kumpulan, kekuatan, dan bentuk penyebaran nilai-nilai tradisi. Hal ini diungkapkan Sangita Shresthova dalam tulisannya What is Endangered Dance? di situs coreoculture.com milik Core Culture, Chicago.
Menurut penulis tersebut, seringnya tari dimaknai sebagai gerakan yang unik dan artistik. Pada saat yang sama, sebenarnya ia punya makna lebih dalam yang bahkan bisa menggambarkan adanya jejaring yang saling berhubungan antara tarian tradisional satu daerah dan tarian tradisional daerah lainnya. Atau bahkan juga keterkaitan dengan cara atau olah gerak tubuh non-tarian suatu tradisi. Seperti misalnya Mudra.
Baru dari satu jenis tari saja, Wong Palembang sudah bisa tahu leluhurnya besanan dengan orang China dan Thailand. Padahal masih ada Tari Lilin Siwa yang menggambarkan bahwa di Sumatera Selatan ada orang Hindu. Dan juga tari Bedana yang bernafaskan Islam dengan karakteristik serupa tapi tak sama dengan Tari Zapin Melayu. Karena berasal dari satu rumpun.
Sebegitu besar peluang pencarian identitas dalam kesenian tari Palembang. Begitupun, tari, kata Elly, masih sedikit sekali digeluti seniman di Palembang. Masih kurang orang dan peminat. Karena sudah lebih banyak orang di daerah asal pempek ini lebih ingin jadi dokter. "Ngapoi nak nari, nak ngapoi kau cek itu? Mendeng jadi dokter bae, insinyur bae," ujar Elly menirukan nasihat orangtua. Inilah kenapa sampai saat ini perjuangan Elly untuk mengangkat Tari Bedana ke tingkat nasional belum menemukan titik terang. "Padahal tak hanya Gending Sriwijaya yang bagus. Masih banyak tari tradisi lainnya yang bisa dijual. Termasuk Bedana. Itu hanya masalah publikasi saja."
Pergeseran memang ada. Dari wilayah di mana penduduk dekat dengan air menjadi warga kota besar pada umumnya. Dari penari-penari tradisi yang menjiwai makna dan sejarah tariannya menjadi pelaku industri yang menjual seni tari. "Sekarang penarinya makin banyak, tapi sedikit yang berkualitas dan menari dengan perasaan. Karena hitungannya bukan lagi latihan dan penjiwaan, tapi sudah job pentas," kata Daru yang juga seorang koreografer tari yang beberapa kali mewakili Sumatera Selatan pentas di luar daerah.
Kehadiran agama Islam yang sempat mendominasi menguatkan proses akulturasi dan asimilasi. Ada Jawa, melayu, China, dan banyak lagi. "Belum lagi masa itu kemudian tergantikan masa penjajahan lalu kemerdekaan. Di mana paham egalitarian dan nasionalisme begitu kuat pada bangsa ini di era itu. Meninggalkan sisa ingatan akan kejayaan Sriwijaya di masa lalu hanya sebagai nama-nama besar yang ditaruh di universitas atau stadion," kata Djohan yang menulis puluhan buku sejarah saat dihubungi usai seminar, Rabu (16/7).
Taufik Wijaya, seniman kenamaan Palembang, pernah menulis bahwa keberadaan Indonesia, ternyata membuat sejumlah masyarakat menjadi cemas. Modernisme yang diusung, ternyata, secara tidak sadar, telah menghabiskan atau mengikis nilai-nilai baik yang terbangun di masa lampau. Misalnya, persoalan etika, dan moral. Romantisme pun muncul. Gerakan kembali ke masa lalu, merebak di Palembang pada akhir tahun 1990-an. Kesadaran ini pun tidak lepas dari pemikiran postmodernisme yang berkembang di Barat. Sebuah pemikiran yang mengkritik habis proyek modernisme. Salah satu pencarian identitas kaum posmo, yakni kembali kepada nilai-nilai masa lampau, yang belum dirusak modernisme. Sadar atau tidak, pendeklarasian Raden Mas Syafei Prabu Diraja sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III oleh sekelompok wong Palembang, bagian dari dampak pemikiran postmodernisme tersebut.
Merespons globalisasi
"Kalau itu lebih berat ke kepentingan penampilan diri daripada mempertahankana atau memeklihara tradisi. Pembuktian identitas dengan memberi gelar macam-macam adalah reaksi yang tidak positif atas globalisasi. Apalagi kalau yang mengangkat Sultan adalah orang-orang yang tidak mengerti dengan hal yang dia buat. Malah hanya akan merusak tatanan," kata Djohan.
Baginya, melihat fenomena ini, adalah bentuk pemujaan atas masa lalu yang berlebihan. Ciri khas orang Indonesia dari suku mana pun. Ingat terus tentang kejayaan Majapahit dan Sriwijaya. Tapi tak sempat memikirkan keadaannya sendiri saat ini dan mau apa untuk nanti. Akan jadi apa Indonesia, dan Palembang, pada tahun 2500 nanti.
Djohan tak mengingkari adanya pengikisan nilai-nilai tradisi lama digantikan dengan yang lebih termodifikasi. Tapi tak hilang. "Kita masih sangat ketat dalam adat perkawinan. Meski tak semua tata cara adat lengkap dilakukan, tapi inti-inti upacara tradisinya masih tetap ada."
"Begitu juga hubungan kekeluargaan diantara kita masih sangat dekat. Walaupun garisnya tak sejauh dulu. Sebatas sepupu dan dan besan." Tapi siapa yang tak cari saudara di tanah perantauan. Makanya orang Palembang punya ungkapan Wong Kito Galo (orang kita semua). Sesama Palembang berarti bersaudara. Dan sebagai karakter perorangan, meski pengguna bebaso alus (kromon inggil) sudah terbatas sekali, sopan santun yang jadi identitas orang Palembang takkan bisa hilang. "Kalau ditawari makan, biasanya orang Palembang menolak dan mengatakan sudah kenyang, padahal kelaparan. Kalau mau pamit, orang Palembang suka bilang ada kesibukan lain atau ada kerjaan. Padahal nganggur. Seperti orang jawa saja, ada basa basinya," kata Djohan sambil sedikit banyak menggambarkan interaksi unggah ungguh (tata krama) antar manusia Palembang.Ini memperlihatkan dia punya harga diri. Dan ciri identitas ini tak bisa dihilangkan, meski oleh modernisasi.
Yang pasti faktor masa lalu yang megah berperan pada karakteristik kepribadian orang Palembang yang dianggap punya "sikap". "Dari songketnya saja kita bisa lihat bahwa dia punya produk kebudayaan yang menunjukkan tingkat peradabannya. Kerajinannya selalu mahal. Macam kue juga paling banyak. Hidangan pagi, siang, sore, malam semua berbeda. Itu memperlihatakan orang yang pernah mengalami masa gemilang sehingga semuanya mewah." Begitu juga perhiasan dalam tari-tariannya yang dulu banyak terbuat dari emas.