jakarta | Kamis, 28 Februari 2008 Jurnal Nasional
Koleksi museum ini memang kuburan. Tapi pengunjung bisa gali fakta sejarah, maknai tulisan sentimentil prasasti, dapat foto indah, dan cari silsilah nenek moyang di sini.
Jalan-jalan di kuburan bisa romantis juga. Masa sih? Biasanya, kuburan
Di pintu masuk, suasana yang menghanyutkan sudah begitu terasa. Belum lagi cuaca agak mendung pagi itu. Pilar-pilar serupa dengan gedung pengadilan menyambut setiap pengunjung dengan gagah. Yang tambah bikin deg-degan adalah puisi yang sepertinya “mempersilahkan” siapapun untuk masuk.
Anda yang sehat sekarang ini. Kami juga pernah mengalaminya. Suatu saat pun anda akan menjadi seperti kami sekarang ini.
“Begitu kira-kira arti puisi berbahasa Belanda tersebut,” tukas
Kedengarannya memang seperti sambutan yang bersahabat, tapi jujur saja, malah bikin ciut nyali. Menurut peneliti UI, Liliek Suratminto, kesan ramah pada puisi ini dikarenakan mereka (orang-orang Belanda) tidak menganggap kematian sebagai suatu yang menakutkan. Tapi siapa sih yang tak gentar membacanya saat mau memasuki gerbang pemakaman.
Di balik gerbang kayu bercat merah marun itu, bukannya kuburan ala film horor
Tak terlalu banyak yang bisa dilihat dalam museum ini. Karena toh isinya memang hanya makam. Jangan mengharapkan sesuatu yang terlalu luar biasa seperti pertunjukan mayat hidup atau tengkorak asli. Eko Wahyudi, petugas museum yang mengantarkan saya berkeliling, pun mengaku tak pernah melihat hal-hal ghaib semasa bertugas. Tapi jangan salah, koleksinya sangat menarik.
“Tempat ini, bagaimanapun juga sebuah museum yang didirikan dengan tujuan menyelamatkan artefak yang kita miliki. Dan tempat ini juga baik sebagai perenungan, bahwa bangsa asing yang menjajah pernah hadir di negara ini. Mereka lahir, berkembang, bahkan juga mati di sini.
Dalam rekaman video Silvia Galikano, wartawan Jurnal Nasional, yang ikut plesiran Sahabat Museum ke Taman Prasasti, Minggu (17/2), terlihat bagaimana serunya jalan-jalan di kuburan. Diguide Lilik, yang kenal betul sosok-sosok dibalik nisan tersebut, satu persatu rahasia hidup penghuni makam pun terkuak. Mulai dari Jan Brandes yang menemukan Kitab Nagarakretagama dan membawanya ke Belanda. Lalu Dr. H.F. Roll, mantan Direktur Sekolah Kedokteran STOVIA (sekarang museum Kebangkitan Nasional), J.H.R. Kohler yang terkenal pada perang Aceh, Olivia Marianne Raffles isteri Thomas Stamford Raffles, dan Vader Jas.
Tapi kesempatan emas didampingi guide seperti Lilik
Benarlah apa yang dikatakan Manik, bahwa Museum Taman Prasasti punya berbagai fungsi. Sebagai laboratorium prasasti tertulis. Prasastinya berupa ungkapan perasaan. Goresan motif dan ornamen pada pahatan prasasti nisan bercerita tentang perasaan yang ditinggal kerabat menemui sang pencipta. Bahkan ada patung wanita menangis yang dipesan khusus dari
Hal ini menggambarkan betapa mewahnya kehidupan penjajah di atas kemiskinan bangsa
“Karena itu museum ini sebenarnya menyimpan banyak cerita. Anak muda sekarang tahunya kita hanya diduduki Belanda dan Jepang. Padahal di makam ini ada prasasti orang Prancis dan Inggris. Usia lahir dan meninggal di setiap makam juga memperlihatkan bahwa orang zaman dulu usianya pendek-pendek,” komentar Manik. Ini ditandai dengan salib yang ujungnya patah.
Dengan begitu banyak cerita ini, sayangnya, pihak museum sendiri belum punya data base yang memadai atas semua koleksinya. “Kita punya data koleksi kita. Tapi latar belakang perorangan yang dikubur di sini belum ada. Jadi harus meneliti sendiri ke perpustakaan di luar
Ini tentu menyulitkan.Karena pengunjung awam terpaksa melotot memperhatikan tulisan di tiap nisan. Sebagian tulisannya sudah memudar. Dan lagi dalam bahasa Belanda. Jadilah pengunjung hanya tahu tahun lahir dan meninggalnya orang tersebut, tanpa memahami peranannya semasa hidup. Ketiadaan data membuat petugas punya banyak keterbatasan dalam menjelaskan segala sesuatu menyangkut setiap makam. “Di sini hanya tiga orang yang bertugas. Saya pun belum setahun menjabat. Dan kita berada di bahwa museum Sejarah Jakarta. Kebanyakan tindakan atas museum ini adalah inisiatif Pak Manik,” tambah Daniel ketika ditemui di kantornya siang ini.
Mungkin ada baiknya Museum Taman Prasasti mulai menjalin kerjasama dengan para peneliti. Yang satu menyediakan lahan. Yang satunya membagi hasil. Karena terasa sekali buta arahnya mendatangi museum ini tanpa panduan. Jelas tidak semua orang punya akses berbincang dengan kepala museum. Apalagi kalau ada orang asing, yang kata Daniel, masih suka mencari jejak kakek buyutnya. Untungnya sebagian besar berhasil ketemu. Malah, tambah Manik, keturunannya itu suka memberi sejumlah uang buat pengurus untuk memelihara makam.
Kabar menyenangkan buat petugas kebersihan museum. Yang setiap pagi menyapukan daun-daun gugur di pemakaman. Meski bersih-bersih, menurut Eko, mereka tetap dilarang untuk menyentuh koleksi yang retak atau kotor.
“Itu tugasnya balai konservasi. Kira-kira setahun dua kali mereka datang membersihkan nisan yang kotor dengan alat dan metode tertentu yang mahal. Biasanya kalau datang mereka menangani sebagian koleksi. Dan kita tinggal melapor jika ada yang retak,” katanya sambil sibuk menggaruk. Oh ya, satu lagi tentang museum ini. Banyak nyamuk kebunnya. Jadi lebih baik pakai lotion anti nyamuk supaya wisata makamnya tambah romantis.
Syifa Amori
1 komentar:
Toko rina farma berkah ,cuci gudang untuk kebuthan sehari2 dalm. kehormanisan dalm Berkeluarga anda semua Jual;puS AT OBAT KUAT & ALAT BANTU PRIA/WANITA••
CALL:
085943777878/
PIN:5D1FC21C
*obat kuat sex
*Pembesar penis permanen
*Perangsang wanita
*vibratos Penis
*Penis maju mundur
*Vacum Pembesar Payudara
*Vibrator Vagina
*Boneka full body asli JEPANG
*macam2 kondom
*Pelangsing Badan
Bada*Pengemukn
*Peninggi Badan
*Penghilang bekas luka
*Pemutih wajah
*Penghilang tato
*Pemutih gigih
LINK WWW.VIMAX-SOLO.COM
Posting Komentar