Jumat, 29 Agustus 2008

Menapaki Naga Tidur


Siang itu, Jumat (22/8), matahari bersinar garang sekali. Karena berada di dataran tinggi, rasa-rasanya panasnya lebih terasa membakar kulit kepala. Kalau sudah begini, senjata andalan adalah topi dan kacamata hitam. Yang modelnya trendi malah lebih menguntungkan untuk menebar pesona. Mumpung bertemu dengan sesama turis dari seluruh dunia. Tentu penampilan mesti dipersiapkan. Apalagi yang didatangi adalah tempat sangat istimewa. Sebuah peninggalan sejarah yang tak luruh dimakan waktu. Yaitu Tembok Besar, Tembok Raksasa, atau Tembok Panjang China yang di dunia dikenal dengan sebutan Great Wall (Wan Li Chang Cheng). Situs ini adalah bukti kebesaran masa lalu China yang hingga kini masih punya daya tarik luar biasa mengundang turis asing.

“Akhirnya sampai juga,” kata seorang teman yang serombongan dengan saya. Sambil bercanda, kami berebut memegang bagian tembok yang menjulang tinggi tersebut. “Ini bukti kalau kita sudah menginjakkan kaki di salah satu situs Keajaiban Dunia,” tambahnya.

Meski panas, angin yang melewati kami sangat menyejukkan. Sehingga membantu saya untuk kembali mendapatkan tenaga saat menanjak. Angin segar ini berasal dari wilayah pegunungan yang dilintasi Tembok Besar. Untungnya, supir bus kami yang baik hati sengaja menurunkan penumpangnya di pintu masuk yang ada di wilayah cukup tinggi. Jadi pendakian ekstra berat tidak wajib hukumnya. Lokasi Badaling Section ini memang paling dibanjiri turis. Karena juga banyak terdapat stand dan toko yang menjual souvenir. Makanya manusia kelihatan menyemut di sekitar Badaling.

Mungkin karena Olimpiade Beijing 2008 sedang berlangsung, Tembok Besar sangat padat wisatawan. Dari tempat saya berdiri, bisa terlihat semacam “kemacetan” pendakian menuju titik-titik tembok yang lebih tinggi.

Sambil mendaki sesekali saya berfoto. Yang pasti membuat foto saya berbeda adalah, latar belakangnya. Bukan cuma tembok yang tak putus-putus hingga tampak seperti naga tidur di daratan Cina ini, tapi juga slogan besar Beijing 2008, One World One Dream yang disertai logo Olimpiadenya. Tak heran turis yang kerap berpapasan banyak yang mengenakan seragam tim olah raga dan t-shirt beridentitas negara masing-masing. Yang mencolok mata, adalah aksesoris merah supporter Rusia.

Tembok Besar China menjanjikan 4 macam “rasa” bagi pengalaman visual manusia. Yaitu keindahan pemandangan saat musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim salju. Semua musim menghadirkan Tembok China yang berbeda. Karena saya mengunjungi di pertengahan bulan Agustus, maka “rasa” Tembok China ketika itu adalah hijaunya alam yang membentang luas dimana tembok berdiri. Sejauh mata memandang adalah tumbuhan hijau dan langit biru.

Musim panas di Badaling terbilang terik. Mulai bulan Juli sampai dengan Agustus musim hujan akan mulai datang. Kabarnya di musim hujan, setelah reda, kabut dan awan seperti menyatu bersama menutupi permukaan gunubg. Dengan perpaduan ini, Tembok Besar jadi keliahatan seperti mengambang di langit seperti naga terbang raksasa yang menawan.

Tembok raksasa ini adalah bangunan terpanjang yang pernah dibuat sepanjang sejarah manusia. Bayangkan saja, Panjangnya adalah 6.400 kilometer (dari kawasan Sanhai Pass di timur hingga Lop Nur di sebelah barat). Makanya saya juga tak berencana melintasi semuanya. Apalagi tak semua lintasan tembok ini dibuka untuk turis. Jadi saya pilih mengeskplorasi menara pengintai (serupa mercusuar yang tidak tinggi) yang dibangun setiap 180-270 meter. Tinggi menara pengintai tersebut 11-12 meter. Sementara tinggi temboknya sendiri adalah 8 meter. Wajar kalau dibuat tinggi. Karena memang fungsi tembok ini adalah semacam benteng pertahanan. Yaitu untuk mencegah serbuan bangsa Mongol Utara ketika itu.

Dan memang benar, dari menara pengintai yang lebih tinggi kita bisa melihat ke bawah lebih jelas. Apalagi kalau bersedia melewati curamnya tanjakan Tembok China menuju puncak yang lebih tinggi, kita bisa melihat sebagai dataran China. Tembok Raksasa Cina dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987 , bangunan yang melintasi wilayah Liaoning, Hebei, Tianjin, Beijing, Shanxi, Inner Mongolia, Shaanxi, Ningxia, dan Gansu ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.

Bagi wisatawan yang ingin berwisata dengan aktivitas fisik, demi pengalaman menyeluruh, bisa mengunjungi Tembok Besar melalui Simatai. Jaraknya sekitar 110 km sebelah north-east Beijing. Dari sini, menikmati Tembok Besar lebih maksimal. Pilihan terbaik. Karena masih sangat orisinil. Tanpa sentuhan popular untuk menarik turis. Mungkin juga ini karena jaraknya yang terlalau jauh dari ibu kota dan sedikitnya pilihan transportasi umum untuk menjangkaunya.

Sementara yang sudah puas menanjak sebagian lokasi sambil menyaksikan keindahan alam dan berfoto, seperti saya, bisa kembali lagi ke pintu masuk (bagian tiket). Di sini banyak toko dan café untuk beristirahat sambil cuci mata mencari pernak pernik terkait Tembok China. Yang paling unik dan tak terlupakan, misalnya, adalah sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa pengunjung sudah pernah dan berhasil menaiki tembok besar China. Dengan membayar sebesar 20 yuan (setelah menawar dari 50 yuan), pramuniaga langsung menuliskan nama pengunjung dalam aksara China di sertifikat tersebut. Jadi, saya dan teman-teman sudah dinyatakan lulus bersertifikat.

Syifa Amori

Tidak ada komentar: