Jumat, 12 September 2008

Kekuasaan Dan Cinta di Dalam Forbidden City



Bagi yang suka film kolosal sejarah China, berkunjung ke Forbidden City pasti memberikan kesan lebih mendalam.

Tak sekedar menyaksikan situs warisan dunia, seperti yang diresmikan UNESCO, saya langsung teringat adegan dimana puluhan ribu prajurit istana berbaris sigap dan hormat menyambut kaisar dan para jenderalnya. Dimana dibalik setiap gerbang ada gerbang lagi seolah tak ada akhirnya. Dan memang Forbidden City sudah dipakai untuk syuting film The Last Emperor yang menceritakan masa kepemimpinan seorang kaisar terakhir penghuni Forbidden City, Aisin Gioro Pu Yi.

Kini yang memadati ruang terbuka luas di dalam kompleks Forbidden City bukan lagi prajurit dan pelayan dengan pakaian khas pegawai istana. Melainkan turis yang berasal dari berbagai kota dan negara di dunia. Meski begitu, kemegahan arsitektur bangunan-bangunan tua yang kokoh tetap terpancar dengan begitu kuatnya. Hampir setiap sudut, setiap angle, yang diambil diambil gambarnya oleh kamera, meski hanya dengan kamera pocket, mutlak hasilnya bagus. Jadi, sebagai salah satu wisatawan yang kemampuan fotografinya biasa saja, saya tidak merasa perlu “jungkir balik” cari angle yang istimewa.

Dari awal saya mendengar namanya, saya sudah merasa situs ini misterius. Dan ternyata memang iya. Memasukinya saja sudah butuh upaya ekstra. Dari lapangana Tiananmen yang ada di seberangnya, kita perlu menyeberang lewat terowongan bawah tanah terlebih dulu. Sehingga rombongan turis tidak memadati jalan raya.

Sesampainya kembali di atas, wisatawan disambut oleh Mao Zedong. Tapi hanya potret raksasanya saja. Gambar pemimpin revolusi China ini menghiasi bangunan yang menjadi pintu awal (pintu selatan yang namanya Tiananmen Wai) menuju kawasan Forbidden City.

Setelah melewati lorong panjang gerbang TiananMen di sebelah selatan, langsung tampak kemegahan bangunan DuanMen. Menuju ke gerbang ini, kita perlu melintasi jalan setapak yang ditumbuhi pepohonan di kedua sisinya. Sehingga tak perlu takut kepanasan. Tapi toh saya datang di hari hujan siang itu, Kamis (21/8). Makanya suasana di dalam istana yang pernah ditinggali 24 kaisar dari Dinasti Ming dan Qing ini jadi lebih syahdu.

Setelah gerbang yang dinamakan DuanMen tersebut, saya kembaliterpaku melihat gerbang yang sama-sama bercat merah dengan hiasan ornament emas, namun kali ini bahkan jauh lebih megah. Namanya Meridian Gate (Gerbang WuMen). Di sini saya dan teman-teman beristirahat sebentar. Padahal baru pintu masuk. Tapi kami perlu waktu sejenak mengurusi karcis masuk, baru kemudian perjalanan belanjut.

Saking panjangnya jalur di dalam Forbidden City, saya sampai tak hafal lagi sudah berapa gerbang yang sudah terlewati. Dan apa saja nama-namanya. Mengingat luas area sebesar 74 hektar, mustahil untuk mengunjungi setiap bagian dari istana yang pada sejarahnya tertutup bagi orang awam selama 500 tahun sejak dibangun pada masa pemerintahan kaisar Ming ketiga, Yung Lo (1403-1423) ini. Belum lagi, masih ada banyak sekali bangunan besar dan kecil di sekeliling gerbang utama yang merupakan tempat tinggal para selir, kasim, dan pegawai lainnya.

Makanya pilihan tur pun beragam, ada yang seharian, setengah hari, atau tur kilat 2 jam seperti yang saya dapat. Dalam 2 jam itulah, rombongan saya berusaha memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan di area yang indah luar biasa itu. Kami menghafal tempat paling berkesan, mengambil gambar dengan latar belakang paling memukau, melongok-longok ke dalam ruangan yang paling unik, dan mendengar cerita yang menurut kami paling menakjubkan.

Tempat paling memukau, buat saya, adalah jembatan menuju Tai He Men atau the Gate of Supreme Harmony, yaitu gerbang utama memasuki lapangan terluar Forbidden City. Ada 4 jembatan besar yang bisa dipakai untuk mencapai lapangan di depan Tai He Men ini. Konon, semasa Dinasti Ming, para pejabat yang diundang kerap berkumpul, sebelum fajar, di lapangan ini dengan disaksikan Kaisar dari ambang gerbang Tai He Men.

Nah, karena sejarahnya, dan karena perpaduan keindahan arsitektur bangunan yang disempurnakan kilau sungai yang dinamai Golden River, lokasi ini jadi favorit saya. Selain dari kamar kaisar dimana ia biasa tidur bersama isterinya. Demi yang satu ini, saya rela berebut melongok ke dalam ruangan demi melihat ranjang besar berwarna merah milik pemimpin negeri China di masa itu. Cerita dari seorang teman yang sekaligus pemandu, kamar tidur ini dipakai kaisar bersama isetrinya. “Namun kalau dengan selirnya, kaisar bisanya menggunakan ruangan lain.” Pemandu yang lain bahkan mengatakan bahwa kaisar di masa itu bisa memiliki selir sampai puluhan ribu. Wah, dan semua yang mendengar pun ternganga kehilangan kata-kata. Jadi benar kan, ruangan menyangkut kisah yang satu ini menarik.

Setelah hampir putus asa karena tampaknya Forbidden City tak habis-habisnya dilalui, akhirnya terlihat juga gerbang terakhir. Tapi harus melewati dulu taman istana. Di sini, taman bisa jadi tontonan tersendiri karena keunikannya. Selain pepohonannya tua, bentuknya pun misterius. Ada yang menyatu di bagian atas dan ada juga yang saling terkait menunjukkan keabadian cinta. Kisahnya, kaisar terakhir Dinasti Qing berfoto di depan pohon ini sesaat setelah upacara pernikahannya dengan harapan cintanya akan abadi.

Taman yang indah namun bernuansa “gelap” ini cocok jadi penutup perjalanan di Forbidden City. Karena mendinginkan perasaan setelah berpeluh “mengorek” jejak sejarah setiap bangunan di dalam kawanan istana ini. Gerbang terakhir pun saya lewati dengan sukses. Yaitu pintu paling utara dari Forbidden City. Namanya adalah Shenwu Men (Gate of Divine Prowess). Dari sini jalan raya sudah kelihatan. Juga sungai besar yang dijadikan perlindungan supaya musuh tak bisa langsung masuk ke wilayah Forbidden City. Tak kalah menakjubkan, pintu utara ini juga menghadirkan pemandangan luar biasa. Khususnya, matahari terbenam yang menemani saya dan teman-teman melepas lelah di tepian sungai. Syifa Amori

Tidak ada komentar: