Jumat, 02 April 2010

Berbagi Kegelisahan Perempuan Dua Dataran














Meski isunya sama, Latitudes in Transit menghadirkan ekspresi keperempuanan seniman Meksiko dan Indonesia yang berbeda-beda

Memasuki ruangan pameran di Hall B Galeri Nasional Indonesia, mata pasti langsung terpaku pada sebuah gaun pengantin yang terdapat pada salah satu dinding. Menempel pada sebuah bidang besar berwarna merah muda, karya ini memberi kesan yang bikin merinding. Apalagi karya yang dijuduli Engagement with Pink ini menghadirkan bagian belakang sosok perempuan melalui rambut yang diberi tudung pengantin.

Benar saja, seniman yang membuatnya, Tiarma Sirait, juga mengakui bahwa karyanya sengaja dimiripkan dengan tokoh setan gentayangan. “Saya menggunakan rambut asli orang China saat saya berkunjung ke sana tahun 1994. Dengan menggunakan rambut asli, karya saya tampak lebih hidup dan agak-agak seperti tokoh Sadako, film horor Jepang yang sangat saya sukai,” kata Tiarma pada Jurnal Nasional.

Tiarma Menjahit gaun pengantin terlebih dulu sebelum menjahitkannya ke bahan pink bulu-bulu sintetik. Karena, kata Tiarma, lem tidak akan cukup kuat untuk menempel bagian satu ke bagian lainnya.

Membuat karya dengan teknik mixed for collage ini, menurut Tiarma, memerlukan waktu bulanan. Alasannya selain karena ia adalah seniman yang tak mudah puas, juga karena butuh perenungan yang lama. “Khususnya untuk menentukan dimana sebaiknya meletakkan dekorasi bunga pada gaun pengantin yang saya buat, lalu bagian mana yang seharusnya dibordir, dan apa bahan yang cocok. Jadi research material, konsep, dan estetikanya makan waktu cukup lama.”


Engagement with Pink adalah satu dari 26 karya seniman perempuan Meksiko dan Indonesia dalam pameran “Latitudes in Transit”, A collective sample of Mexican and Indonesian women artists yang terselenggara dari tanggal 6 hingga 29 Maret 2009. Pameran yang terlaksana dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional ini menampilkan karya seniman Meksiko dan Indonesia yang akan berbagi ekspresi keperempuanan mereka dalam realitas hidup masing-masing. Dan juga berbagi tentang bagaimana mereka menghadapi realitas tersebut melalui kesenian.

Kolaborasi seniman dalam Latitudes in Transit memuat juga pengalaman pribadi para seniman dari kedua negara yang hidup dalam dataran geografis yang terpisah jauh. Seperti yang disampaikan Konsulat untuk Kebudayaan dan Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Meksiko Louis Fernandez, “Pameran ini membagikan banyak sekali pengalaman di berbagai bidang yang berbeda. Termasuk tekanan sosial terkait peranan perempuan dalam kehidupan sosial. Juga permasalahan perempuan yang spesifik terjadi di wilayah geografis tertentu.”

Saat ditanya soal karakteristik yang secara umum membedakan karya seniman kedua negara, Louis merespon, “Jika melihat karyanya satu persatu, saya rasa kita akan bisa mengenali mana yang dibuat seniman Meksiko dan mana yang Indonesia. Ini kelihatan dari informasi yang khas dan juga persepsi yang kita dapat terhadap karya tersebut.”

Meski semua terkait dengan isu keperempuanan, dengan pengalaman dan tanggapan setiap seniman, kelihatan sekali kekayaan ragam nuansa karya yang dipamerkan dalam Latitudes in Transit. Sebut saja kegelisahan seniman perempuan Indonesia Lie Fhung yang membuat To Breed Or Not To Breed: Vis a Vis. Karya ini menggambarkan bahwa perempuan, dalam banyak fase di hidupnya sering digelisahkan dengan pilihan-pilihan. Melahirkan dan melaksanakan tugasnya sebagai ibu atau menapaki kebebasan sebagai perempuan yang mandiri tanpa melahirkan anak.

“Karya seniman Indonesia yang dikuratori Farah Wardani buat saya mewakili perempuan dari berbagai generasi dan berbagai latar belakang. Farah, dalam hal ini yang memilih seniman, sepertinya ingin menggambarkan beragam situasi yang dipilih perempuan. Ada Astari Rasjid yang sangat senior, Tiarma yang mengeksplorasi fesyen, lalu ada Keke Tembuan dengan karya foto-fotonya yang urban, dan saya yang mewakili ekspresi perempuan yang berkeluarga dan berkarya dengan suami,” kata Herra Pahlasari Saefullah saat dihubungi Jurnal Nasional.

Herra memamerkan karya foto dengan teknik c-print dengan objek laki-laki dan perempuan dengan berbagai pose.


Sementara Tiarma sendiri secara pribadi melihat bahwa seniman perempuan Meksiko yang karyanya dipamerkan rata-rata sudah berumur sehingga karyanya juga lebih banyak merepresentasikan ekspresi perempuan di tahap itu (classic). Pastinya ini tidak sama dengan ekspresinya sebagai perempuan yang hidup di jaman kekinian (contemporary).

“Ekspresi saya memperlihatkan bahwa perempuan masa kini banyak dealing dengan “kepalsuan” karena tuntutan zaman, tetapi sebagai manusia kita harus tetap bisa “fun” dengan keadaan apa pun,” kata Tiarma lagi.


Karya-karya seniman Meksiko yang dikuratori oleh Maria Ortiz dari Museum of Modern Art in Mexico City merupakan karya-karya yang dikumpulkan dari museum di Meksiko. Sayangnya, pada malam pembukaan, seniman perempuan dari Meksiko tidak turut hadir untuk berbagi. Selain itu, menurut Herra, pameran ini tergolong besar dan bagus, namun publikasinya kurang maksimal sehingga tidak terlalu banyak orang tahu.


Meski demikian, Kedutaan Besar Meksiko di Indonesia yang dalam hal ini bertindak sebagai penyelenggara merasakan bahwa pameran bersama ini telah memberikan kesempatan berbagi. “Harapannya ini tidak hanya mendekatkan para seniman dari kedua negara, tapi juga hubungan Meksiko dan Indonesia,” ujar Louis.


Seniman Meksiko yang terlibat dalam pameran ini adalah Monico Castillo, Carla Rippey, Megali Lara, Alicia Paz, Perla Krauze, Irma Palacios, Maribel Portela, Marisa Lara, Betsabe Romero, Paloma Torres, dan Lorena Zozaya. Sedangkan dari Indonesia adalah Lelyana Kurniawati, Keke Tembuan, Tiarma Sirait, Lie Fungh, Ayu Arista Murti, Herra Pahlasari, Astari Rasyid, dan Indiguerillas.


Selanjutnya, Latitudes in Transit dengan didukung Kementerian Luar Negeri Meksiko akan melanjutkan tur pameran ini di negara-negara Pasifik. Untuk kemudian mengkomunikasikan karya seni ini dengan seniman perempuan di negara tersebut.

Syifa Amori

(Dimuat di Jurnal Nasional)

1 komentar:

Etalase mengatakan...

menarik juga ya pamerannya..serem bgt itu fotonya ya sif..rada merinding jg, mana pake rambut beneran..:( penasaran sm karya seniman indo nya!